Minggu, 30 Agustus 2020

 

PAPPASENG TAU RIOLO 
 


Aja nasaleio tongeng sibawa nyamengkininnawa temmappasilaingengngi seajinna nakamseang, nasappareng deceng tennaloreng maja’, metau’ i Dewata seu’wae.
Janganlah meninggalkan kebenaran dan kebaikan hati;   tidak membedakan sanak keluarga serta mengasihinya, mengusahakan kebaikan tanpa menghendaki keburukannya;  takut kepada Tuhan.

Jumat, 28 Agustus 2020

 

LINGUISTIK
DEFINISI, OBJEK KAJIAN, RUANG LINGKUP, DAN FUNGSI LINGUISTIK

 =================================

A. Definisi Linguistik

Kata linguistik berasal dari kata latinlingua yang berarti bahasa. Dalam bahasa-bahasa Roman (yaitu bahasa-bahasa yang berasal dari bahasa latin) masih ada kata-kata serupa dengan lingua latin itu, yaitu langue dan langage dalam bahasa Prancis, dan lingua  dalam bahasa Itali. Bahasa Inggris memungut dari bahasa Prancis kata yang kini menjadi language.Istilah linguistics dalam bahasa Inggris berkaitan dengan kata language itu, seperti dalam bahasa Prancis istilah linguistique berkaitan dengan langage. Dalam bahasa Indonesia linguistik adalah nama bidang ilmu, dan kata sifatnya adalah linguistis atau linguistik.
Linguistik Modern berasal dari sarjana Swis Ferdinand de Saussure, dari bukunya yang berjudul Cours de linguistique generale (Mata pelajaran linguistik umum) terbit tahun 1916, secara anumerta.De Saussure membedakan (kata Prancis) langue dan langage.Ia membedakan juga parole (tuturan) dari kedua istilah tadi
 Bagi de Saussure, langue adalah salah satu bahasa (misalnya bahasa Prancis, bahasa Inggris atau bahasa Indonesia) sebagai suatu system. Sebaliknya, langage berarti bahasa sebagai sifat khas makhluk manusia, seperti dalam ucapan “Manusia memiliki bahasa, binatang tidak memiliki bahasa”.Parole ‘tuturan’ adalah bahasa sebagaimana dipakai secara konkret: ‘logat’, ‘ucapan’, ‘perkataan’. Dalam ilmu linguistik, para sarjana sering memakai kata-kata Prancis tersebut (langue, langage, dan parole) sebagai istilah professional. (Perhatikanlah : istilah Prancis langage dieja tanpa huruf u, sedangakan kata Inggris language memakai huruf u.). 
Muhammad Fahmi Hijaziy dalam kitabnya yang berjudul “Madkhalun Ilaa ‘Ulum Al-Llughahmenjelaskan bahwa linguistik dalam pengertian yang sederhana adalah suatu ilmu tentang bahasa yang digali dengan cara atau metode yang ilmiah. 
Sedangkan Mario Pei menjelaskan bahwa linguistik adalah ilmu yang menekankan terhadap bahasa itu sendiri.Sedangkan arti dari bahasa itu sendiri adalah sesuatu yang berhubungan dengan ucapan manusia. Ada juga pengertian lain yang lebih luas, diantaranya :
      1.      Bahasa adalah sesuatu yang mengandung arti.
      2.      Segala sesuatu yang mempunyai arti yang memahamkan. 
                Orang yang ahli dalam ilmu linguistik atau pakar linguistik disebut lunguis (Inggris linguist). Namun, perlu diperhatikan dalam bahasa Inggris kata linguist mempunyai dua buah pengertian. Selain berarti ahli linguistik juga berarti orang yang fasih dalam beberapa bahasa. Selain itu, perlu pula dicamkan, seseorang yang fasih dalam menggunakan beberapa bahasa belum tentu adalah pakar bahasa; dan seorang pakar bahasa belum tentu fasih dalam beberapa bahasa, meskipun tentunya adalah wajar kalau seorang pakar bahasa menguasai dengan baik beberapa bahasa. Minimal sebuah bahasa lain disamping bahasa ibunya
 Ilmu linguistik sering juga disebut linguistik umum (general linguistics). Artinya, ilmu linguistik itu tidak hanya mengkaji sebuah bahasa saja, seperti bahasa Jawa atau bahasa Arab, melainkan mengkaji seluk beluk bahasa pada umumnya, bahasa yang menjadi alat interaksi sosial milik manusia, yang dalam peristilahan Prancis disebut langage. Untuk jelasnya, perhatikan contoh berikut. Kata bahasa Indonesia perpanjang dapat dianalisis menjadi dua buah morfem, yaitu morfem per- dan panjang (apakah morfem itu, akan dibicarakan pada Bab Morfologi). Morfem per- disebut sebagai kausatif karena memberi makna ‘sebabkan jadi’, perpanjang berarti ‘sebabkan sesuatu menjadi panjang’. Sekarang perhatikan bahasa Inggris (to) befriend yang berarti ‘menjadikan sahabat’. Disini jelas ada morfem be- dan morfem friend; dan morfem be- juga memberi makna kausatif. Perhatikan pula kata bahasa Belanda vergroot ‘perbesar’. Jelas disitu ada morfem kausatif ver- dan morfem dasar groot yang berarti ‘besar’. Dengan membandingkan ketiga contoh itu, kita mengenali adanya morfem pembawa makna kausatif baik dalam bahasa Indonesia, bahasa Inggris, maupun bahasa Belanda. Ataupun dalam bahasa lain lagi.
Begitulah bahasa-bahasa di dunia ini meskipun banyak sekali perbedaannya, tetapi ada pula persamaannya. Ada ciri-cirinya yang universal. Hal seperti itulah yang diteliti oleh linguistik. Maka karena itulah linguistik sering dikatakan bersifat umum; dan karena itu pula nama ilmu ini, linguistik, biasa juga disebut linguistik umum.
Keumuman linguistik ini akan tampak dari contoh-contoh pembahasan yang diambil dari berbagai bahasa, bukan dari bahasa tertentu saja. Misalnya, dalam pembahasa urutan D – M (Diterangkan – Menerangkan) diambil contoh dari bahasa Indonesia dan bahasa Prancis. Dalam pembahasan morfen suprasegmental diambil contoh dari bahasa Cina atau bahasa Muangthai. Dalam pembahasan paradigma inflegsional digunakan contoh dari bahasa Latin.
 

B. Objek Kajian Linguistik

Objek linguistik adalah bahasa.Akan tetapi pengertian istilah “bahasa” itu belum jelas.Karena itu, marilah kita teliti berbagai arti yang dimiliki istilah “bahasa” itu.

Pertama, istilah “bahasa” sering dipakai dalam arti kiasan seperti dalam ungkapan seperti “bahasa tari”, “bahasa alam”, “bahasa tubuh”, dan lain sebagainya. Perlu diperhatikan bahwa arti kiasan seperti itu tidak termasuk arti istilah “bahasa” dalam ilmu linguistik.

Kedua, ada pengertian istilah “bahasa” dalam arti “harfiah”. Arti itu yang kita temukan dalam ungkapan seperti “ilmu bahasa”, “bahasa Indonesia”, “bahasa inggris”, “semestaan bahasa”, danlain sebagainya. Dalam pengertian demikian kita sebaiknya membedakan langage, langue, dan parole.

Hanya dalam pengertian kedua inilah bahasa itu menjadi objek ilmu linguistic.Di samping itu, kita juga membedakan bahasa tutur dan bahasa tulis.Bahasa tulis dapat disebut “turunan” dari bahasa tutur.Bahasa tutur merupakan objek primer ilmu linguistik, sedangkan bahasa tulis merupakan objek sekunder linguistik.Bahasa tulis, atau “ortografi”, pada umumnya tidak merupakan representasi langsung dari bahasa tutur, dan justru di sinilah ada banyak masalah yang pantas diteliti oleh ahli linguistic.Yang penting disini ialah bahwa setiap bahasa pada dasarnya berbentuk bahasa tutur.Hanya secara sekunder sajalah bahasa berbentuk tulis.

Akhirnya perlu kita bertanya bagaimanalangage, langue dan parole dibedakan sebagai objek linguistik.Parole merupakan objek konkret untuk ahli linguistik, bagaikan bahan “mentah” yang biasa disebut “data” (atau “teks”).Langue adalah objek yang sedikit lebih abstrak, dan yang paling abstrak adalah langage.

Perlu diperhatikan bahwa menguasai suatu bahasa (dalam arti dapat memakai secara lancar) tidak sama dengan menerangkan kaidah-kaidahnya. Tambahan pula, belajar suatu bahasa tidak ama dengan belajar tentang bahasa tersebut.Misalnya, anda menguasai bahasa Indonesia, tetapi tanpa keahlian khusus anda tidak dapat menerangkan tata bahasa Indonesia. Dengan perkataan lain, apa yang anda kuasai (yaitu bahasa Indonesia sebagai langue) memang merupakan objek penelitian linguistik terhadap bahasa Indonesia, tetapi cara menguasai bahasa tersebut  bukanlah objek linguistic. Kalau begitu, apakah fungsi penguasaan suatu bahasa dalam penelitian linguistik?Jawabannya adalah penguasaan merupakan titik tolak dari penelitian, dan kita tahu secara intuitif apakah suatu contoh dari parole benar atau tidak benar. Misalnya, bila ada orang berkata kucing itu mengejar besar tikus, serta-merta kita tahu bahwa kalimat itu tidak benar, bukan karena orang itu tidak menguasai bahasa Indonesia, melainkan karena alasan lain, seperti salah ucap, atau karena orangnya lelah, atau ia kurang memperhatikan apa yang dikatakannya. 

Dengan perkataan lain, parole adalah objek linguistic konkret. Karena kita lancer dalam bahasa yang bersangkutan (atau orang lain yang membantu kita), kita dapat membedakan yang tepat dan yang tidak tepat, dan dari itulah dapat kita tarik kesimpulan menyangkut langue yang bersangkutan. Akhirnya, dengan membandingkan bahasa-bahasa yang agak banyak, kita dapat menyimpulkan hal-hal tertentu tentng langage

C. Ruang Lingkup Linguistik

Menurut Mahmud Fahfi Hijaziy dalam kitabnya, ruang lingkup linguistik terbagi menjadi 4, yaitu :
1.      Phonetics, Phonoloogy (Fonoligi).
Kalau kita mendengar orang berbicara, entah berpidato atau bercakap-cakap, maka akan kita dengar runtunan bunyi bahasa yang terus menerus, kadang-kadang terdengar suara menaik dan menurun, kadang-kadang terdengar hentian sejenak atau hentian agak lama, kadang-kadang terdengar tekanan keras atau lembut, dan kadang-kadang terdengar pula suara pemanjngan dan suara biasa. Runtunan bunyi bahasa ini dapat dianalisis atau disegmentasikan berdasarkan tingkatan-tingkatan kesatuannya yang ditandai dengan hentian-hentian atau jeda yang terdapat dalam runtunan bunyu itu. Misalnya runtunan bunyi dalam bahasa Indonesia berikut (untuk sementara untuk memudahkan pengertian tidak digunakan transkripsi fonetik melainkan transkripsi ortografis dengan mengabaikan unsur-unsur suprasegmentalnya).
(1) [keduaorangitumeninggalkanruangsidangmeskipunrapatbelumselesai]
Pada tahap pertama, runtunan bunyi itu dapat disegmentasikan berdasarkan adanya jeda atau hentian yang paling besar menjadi (1a) dan (1b) sebagai berikut :
(1a) [keduaorangitumeninggalkanruangsidang]
(1b) [meskipunrapatbelumselesai]
Pada tahap kedua, segmen (1a) dapat disegmentasikan menjadi (1a1) dan (1a2); dan segmen (1b) dapat disegmentasikan menjadi (1b1) dan (1b2) sebagai berikut:
(1a1) [keduaorangitu]
(1a2) [meninggalkanruangsidang]
(1b1) [meskipun]
(1b2) [rapatbelumselesai]
Pada tahap ketiga, segmen (1a1) dapat disegmentasikan lagi menjadi (1a11) dan (1a12); segmen (1a2) dapat disegmentasikan lagi menjadi (1a21) dan (1a22); segmen (1b1) dapat disegmentasikan lagi menjadi (1b11) dan (1b12); dan segmen (1b2) dapat disegmentasikan lagi menjadi (1b21) dan (1b22) sebagai berikut dibawah ini:
(1a11) [keduaorang]
(1a12) [itu]
(1a21) [meninggalkan]
(1a22) [ruangsidang]
(1b11) [meski]
(1b12) [pun]
(1b21) [rapat]
(1b22) [belumselesai]
Pada tahap berikutnya, segmen-segmen runtunan bunyi itu dapat disegmentasikan lagi sehingga kita sampai pada kesatuan-kesatuan runtunan bunyi yang disebut silabel atau suku kata. Sebagai contoh, kalau kita ambil runtunan bunyi yang menjadi segmen (1a21) yaitu [meninggalkan], maka kita dapati silabel [me], [ning], [gal], dan [kan]. Begitupun segmen (1b22) yaitu [belumselesai] kita dapati silabel [be], [lum], [se], [le], dan [sai].
Bidang linguistik yang mempelajari, menganalisis, dan  membicarakan runtunan bunyi-bunyi bahasa ini disebut fonologi, yang secara etimologi berbentuk dari kata fon yaitu bunyi, dan logi yaitu ilmu. Menurut Hierarki satuan bunyi yang menjadi objek studinya, fonologi dibedakan menjadi fonetik dan fonemik. Secara umum fonetik biasa dijelaskan sebagai cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi-bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak. Sedangkan fonemil adalah cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa dengan memperhatikan fungsi bunyi tersebut sebagai pembeda makna. Untuk jelasnya, kalau kita perhatikan baik-baik ternyata bunyi [i] yang terdapat pada kata-kata [intan], [angin], dan [batik] adalah tidak sama. Begitu juga bunyi [p] pada kata Inggris <pace>, <space>, dan <map>, juga tidak sama. Ketidaksamaan bunyi [i] dan bunyi [p] pada deretan kata-kata diatas itulah sebagai salah satu contoh objek atau sasaran studi fonetik. Dalam kajiannya, fonetik akan berusaha mendeskripsikan perbedaan bunyi-bunyi itu serta menjelaskan sebab-sebabnya. Sebaliknya, perbedaan bunyi [p] dan [b] yang terdapat, misalnya, pada kata [paru] dan [baru] adalah menjadi contoh sasaran studi fonemik, sebab perbedaan bunyi [p] dan [b] itu menyebabkan berbedanya makna kata [paru] dan [baru] itu.
2.      Morphology (Morfologi)
Ilmu morfologi menyangkut struktur “internal” kata. Beberapa contoh akan menjelaskan hal itu.
Perhatikanlah kata seperti tertidur. Kata ini terdiri atas dua “morfem”, yakni ter- dan tidur (ter- diberi garis karena tidak pernah berdiri sendiri). Jadi kata tertidur mempunyai struktur “internal” dengan bagian-bagiannya ter- dan tidur. Penganalisisan seperti itu disebut “morfologi”. Kata tidur itu sendiri terdiri atas satu morfem saja, yaitu tudur. Perhatikanlah juga kata Inggris comfort: satu morfem saja. Kata comfort-able terdiri atas dua morfem (dipisahkan disini dengan garis penghubung). Kata un-comfort-able terdiri atas tiga morfem.
3.      Syntax (Sintaksis)
Sintaksis adalah cabang linguistik yang menyangkut susunan kata-kata didalam kalimat. Sebagai misal saja, didalam bahasa indonesia kalimat kami tidak dapat melihat pohon itu, urutan katanya sudah tentu – tidak mungkin kita tuturkan “kalimat” seperti *Pohon itu dapat kami tidak melihat (bintang kecil, atau “asterisk:, pada awal melambangkan tidak “beresnya” “kalimat” seperti itu). Demikian pula, urutan kata dalam “kalimat” Inggris seperti *We not tree that see can menyalahi aturan – struktur yang sesuai adalah We cannot see that tree.
Sebagaimana halnya morfologi menyangkut struktur “internal” kata, maka sintaksis berurusan dengan struktur antar-kata itu, atau struktur “eksternal”.
4.      Semantics (Semantik)
Semantik adalah cabang linguistik yang membahas arti atau makna. Contoh jelas dari perian atau “deskripsi” semantis adalah leksikografi: masing-masing leksem diberi perian artinya atau maknanya: perian semantis.Di pihak lain, semantik termasuk tata bahasa juga. Contohnya adalah morfologi.
Dalam bentuk (Inggris) un-comfort-able, morfem un- jelas mengandung arti “tidak”; uncomfertable artinya sama dengan notcomfertable. Demikian pula, bentuk Indonesia memper-tebal mengandung morfem ­memper-, yang artinya boleh disebut “kausatif”; maksudnya, mempertebal artinya ‘menyebabkan sesuatu menjadi lebih tebal’ (perian makna dalam ilmu linguistik lazin dilambangkan dengan mengapitnya antara tanda petik tunggal). 
Di dalam sintaksis ada pula unsur semantis tertentu. Satu contoh saja disini kiranya memadai. Analisislah kalimat Saya membangun rumah. Saya disebut “Subjek”, dan Subjek itu adalah ‘Pelaku’ kegiatan tertentu (yaitu membangun). Sebaliknya, rumah (dalam kalimat tadi) “menderita” kegiatan membangun, dan boleh disebut ‘Penderita’. Jadi makna tertentu pasti ada dalam sintaksis, meskipun tentunya bukan makna leksikal; makna itu disebut “makna gramatikal”.

D. Fungsi Linguistik

Bagi linguis sendiri pengetahuan yang luas mengenai linguistik tentu akan sangat membantu dalam menyelesaikan dan melaksanakan tugasnya. Bagi peneliti, kritikus, dan peminat sastra linguistik akan membantunya dalam memahami karya-karya sastra dengan lebih baik, sebab bahasa, yang menjadi objek penelitian linguistik itu, merupakan wadah pelahiran karya sastra. Tidak mungkin kita dapat memahami karya sastra dengan baik tanpa mempunyai pengetahuan mengenai hakikat dan struktur bahasa dengan baik. Apalagi kalau diingat bahwa karya sastra menggunakan ragam bahasa khusus yang tidak sama dengan bahasa umum.
Bagi guru, terutama guru bahasa, pengetahuan linguistik sangat penting, mulai dari subdisiplin fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, leksikologi, sampai dengan pengetahuan mengenai hubungan bahasa dengan kemasyarakatan dan kebudayaan. Bagaimana mungkin seorang guru bahasa dapat melatih keterampilan berbahasa kalau dia tidak menguasai fonologi; bagaimana mungkin dia dapat melatih keterampilan menulis (mengarang) kalau tidak menguasai ejaan, morfologi, sintaksis, semantik, dan leksikologi. Selain itu, sebagai guru bahasa dia bukan hanya harus elatih keterampilan berbahasa, tetapi juga harus menerangkan kaidah-kaidah bahasa dengan benar. Mengapa, misalnya, me- + baca menjadi membaca, sedangkan me- + dengar menjadi mendengar? Dia harus bisa menjelaskan kaidah tersebut.
Bagi penerjemah, pengetahuan linguistik mutlak diperlukan bukan hanya yang berkenaan dengan morfologi, sintaksis, dan semantik saja, tetapi juga yang berkenaan dengan sosiolinguistik dan kontrastiflinguistik. Seorang penerjemah bahasa Inggris – Indonesia harus bisa memilih terjem’ahan, misalnya, my brother itu menjadi “kakak saya”, “adik saya”, atau cukup “saudara saya” saja. Juga bagaimana struktur kalimat tanya What is your name? harus diterjemahkan menjadi “Siapa namamu?” dan bukan menjadi “Apa namamu?”, padahal what berarti ‘apa’.
Bagi penyusun kamus atau leksikografer menguasai semua aspek linguistik mutlak diperlukan, sebab semua pengetahuan linguistik akan memberi manfaat dalam menyelesaikan tugasnya. Untuk bisa menyusun kamus dia harus mulai dengan menentukan fonen-fonen bahasa yang akan dikamuskannya, menentukan ejaan atau grafem fonen-fonen tersebut, memahami seluk beluk bentuk dan pembentukan kata, struktur frase, struktur kalimat, makna leksikal, makna gramatikal, makna kontekstual, dan makna idiomatikal, serta latar belakang sosial bahasa tersebut. Tanpa pengetahuan semua aspek linguistik kiranya tidak mungkin sebuah kamus dapat disusun.
 Pengetahuan linguistik juga memberi manfaat bagi penyusun buku pelajaran atau buku teks. Pengetahuan linguistik akan memberi tuntunan bagi penyusun buku teks dalam menyusun kalimat yang tepat, memilih kosakata yang sesuai dengan jenjang usia pembaca buku tersebut. Tentunya buku yang diperuntukkan untuk anak sekolahdasar harus berbeda bahasanya dengan yang diperuntukkan untuk anak sekolah lanjutan atau untuk perguruan tinggi, maupun untuk masyarakat umum. 
Adakah manfaat linguistik bagi para negarawan atau politikus? Ya tentu saja ada. Pertama, sebagai negarawan atau politikus yang harus memperjuangkang ideologi dan konsep-konsep kenegaraan atau pemerintahan, secara lisan dia harus menguasai bahasa dengan baik. Kedua, kalau politikus atau negarawan itu menguasai masalah linguistik dan sosiolinguistik, khususnya, dalam kaitannya dengan kemasyarakatan, maka tentu dia akan dapat meredam dan menyelesaikan gejolak sosial yang terjadi dalam masyarakat akibat dari perbedaan dan pertentangan bahasa. Dibeberapa negara yang multilingal, seperti India dan Belgia, pernah terjadi bentrokan fisik akibat masalah pertentangan bahasa. Sayang sekali, kalau hanya masalah bahasa, orang harus bentrok secara fisik.

Kamis, 27 Agustus 2020

Menentukan pola pengembangan dalam menulis teks prosedur

Soal: 

1. Uraikan pola pengembangan teks prosedur kompleks!

2. Tentukan pola pengembangan paragraf dengan melihat contoh teks prosedur!




Selasa, 25 Agustus 2020

 

Mappacci dan Nilai Filosofisnya bagi Masyarakat Bugis-Makassar

☺☺☺

 

 

Mappacci adalah kata kerja dari ‘mapaccing’ yang berarti bersih atau suci. Terkadang, di beberapa daerah Bugis, Mappacci dikenal dengan sebutan mappepaccing. Dalam bahasa Bugis, Mappacci/mappepaccing merupakan suatu kegiatan atau aktifitas yang bertujuan untuk membersihkan segala sesuatu. Mappepaccing bola sibawa lewureng, yang berarti membersihkan rumah dan tempat tidur. Adapun kata perintahnya ‘paccingi’ yang berarti bersifat menyuruh atau memerintahkan untuk membersihkan. Paccingi kasoro’mu berarti bersihkan kasurmu. 

Kebanyakan kata kerja dalam bahasa bugis diawali dengan kata ‘Ma’, seperti; maggolo (main bola), mattinju (bertinju), mallaga (berkelahi), mammusu’ (bertempur), makkiana’ (melahirkan), dsb. Kata mapaccing dan Mappacci merupakan dua kata yang kalau dilihat sekilas agaknya sama, namun memiliki arti yang berbeda. Yang pertama merupakan kata sifat dan yang kedua kata kerja. Kita sering mendengarkan penggunaan kedua kata ini dalam kehidupan sehari-hari, khususnya di masyakat Bugis.

Perkembangan selanjutnya, istilah Mappacci lebih sering dikaitkan dengan salah satu rangkain kegiatan dalam proses perkawinan masyarakat Bugis-Makassar. Mappacci lebih dikenal oleh masyarakat sebagai salah satu syarat yang mesti dilakukan oleh mempelai perempuan dan laki-laki, terkadang sehari, sebelum pesta walimah pernikahan. Biasanya, acara Mappacci dihadiri oleh segenap keluarga dan masyarakat umum, untuk meramaikan prosesi yang sudah menjadi turun temurun ini. 

Dalam prosesi Mappacci, terlebih dahulu pihak keluarga melengkapi segala peralatan yang harus dipenuhi, seperti; Pacci (menyeruai salep dan biasanya berasal dari tanah arab, namun ada pula yang berupa tumbuhan dan berasal dari dalam negeri), daun kelapa, daun pisang, bantal, gula, sarung sutera, lilin, dll. Tujuan dari Mappacci adalah untuk membersihkan jiwa dan raga calon pengantin, sebelum mengarungi bahtera rumah tangga.

Tidak diketahui dengan pasti, sejarah awal kapan kegiatan Mappacci ditetapkan sebagai kewajiban adat (suku Bugis/Makassar), sebelum pesta perkawinan. Tapi, menurut kabar yang berkembang di kalangan generasi tua, prosesi Mappacci telah mereka warisi secara turun-menurun dari nenek moyang kita, bahkan sebelum kedatangan agama Islam dan Kristen di tanah Bugis-Makassar. Oleh karena itu, kegiatan ini sudah menjadi budaya yang mendarah daging dan sepertinya sulit terpisahkan dari ritual perkawinan Bugis-Makassar. 

Mappacci menjadi salah satu syarat dan unsur pelengkap dalam pesta perkawinan di kalangan masyarakat Bugis-Makassar. Namun, ketika Islam datang, prosesi ini mengalami sinkretisme atau berbaur dengan budaya Islam. Bahkan Islam sebagai agama mayoritas suku Bugis-Makassar telah mengamini prosesi ini, melalui alim ulama yang biasa digelar Anregurutta.

Sekalipun Mappacci bukan merupakan suatu kewajiban agama dalam Islam, tapi mayoritas ulama di daerah Bugis-Makassar menganggapnya sebagai sennu-sennungeng ri decengnge (kecintaan akan kebaikan). Yang terjadi kemudian, pemuka agama berusaha untuk mencari legalitas atau dalil Mappacci dalam kitab suci untuk memperkuat atau mengokohkan budaya ini. Sebagai contoh, salah satu ulama Islam tersohor di Bone, Alm. AGH. Daud Ismail, berusaha menafsirkan dan memaknai prosesi Mappacci beserta alat-alat yang sering digunakan dalam prosesi ini.  

Sebelum prosesi Mappacci, biasanya calon pengantin perempuan dihias dengan pakaian pengantin khas Bugis-Makassar. Selanjutnya, calon pengantin diarak duduk di atas kursi (namun ada pula yang duduk di lantai) untuk memulai prosesi Mappacci. Di depan calon pengantin perempuan, diletakkan sebuah bantal yang sering ditafsirkan dan dianggap sebagai simbol kehormatan. Bantal sering diidentikkan dengan kepala, yang menjadi titik sentral bagi aktivitas manusia. Diharapkan dengan simbol ini, calon pengantin lebih mengenal dan memahami akan identitas dirinya, sebagai mahluk yang mulia dan memiliki kehormatan dari Sang Pencipta (Puangge:Bugis).

Di atas bantal, biasanya diletakkan sarung sutera yang jumlahnya tersusun dengan bilangan ganjil. Sebagian ulama menyamakan susunan sarung sutera ganjil, dengan Hadis Nabi Saw yang yang berbunyi; “Allah itu ganjil dan suka yang ganjil”. Sarung sendiri ditafsirkan sebagai sifat istikamah atau ketekunan. Sifat istiqamah sendiri, telah dipraktikkan oleh sang pembuat sarung sutera. Tiap hari, mereka harus menenun dan menyusun sehelai demi sehelai benang, hingga menjadi sebuah sarung yang siap pakai. Dengan sikap istiqamah atau ketekunan ini, diharapkan calon pengantin dapat mengambil pelajaran dan hikmah dari sang pembuat sarung sutera untuk diamalkan dalam kehidupan rumah tangga. Terkadang juga, sarung dianggap sebagai simbol penutup aurat bagi masyarakat Bugis-Makassar. Jadi, diharapkan agar calon mempelai perempuan senantiasa menjaga harkat dan martabatnya, tidak menimbulkan rasa malu (siri’) di tengah-tengah masyarakat kelak. 

Terkadang, diatas sarung sutera diletakkan daun pisang. Daun pisang memang tidak memilik nilai jual yang tinggi, tapi memiliki makna yang mendalam bagi manusia pada umumnya. Salah satu sifat dari pisang adalah tidak akan mati atau layu sebelum muncul tunas yang baru. Hal ini selaras dengan tujuan utama pernikahan, yaitu; melahirkan atau mengembangkan keturunan. Karakter lain dari pisang, yaitu; satu pohon pisang, dimungkinkan untuk dinikmati oleh banyak orang. Dengan perkawinan, diharapkan calon pengantin berguna dan membawa mampaat bagi orang banyak.

Diatas daun pisang, terkadang diletakkan daun nangka. Daun nangka tentu tidak memiliki nilai jual, tapi menyimpan makna yang mendalam. Anregurutta di Bone pernah berkata dalam bahasa Bugis; Dua mitu mamala ri yala sappo ri lalenna atuwongnge, iyanaritu; unganna panasae (lempuu) sibawa benona kanukue (paccing). Maksudnya, dalam mengarungi kehidupan dunia, ada dua sifat yang harus kita pegang, yaitu; Kejujuran dan Kesucian. Jadi, dalam mengarungi bahtera rumah tangga, calon pengantin senantiasa berpegang pada kejujuran dan kebersihan yang meliputi lahir dan batin. Dua modal utama inilah yang menjadi pegangan penting, bagi masyarakat Bugis-Makassar dalam mengarungi bahtera rumah tangga.

Diatas daun pisang, terkadang juga diletakkan gula merah dan kelapa muda. Dalam tradisi masyarakat Bugis-Makassar, menikmati kelapa muda, terasa kurang lengkap tanpa adanya gula merah. Sepertinya, kelapa muda sudah identik dengan gula merah untuk mencapai rasa yang nikmat. Seperti itulah kehidupan rumah tangga, diharapkan suami-istri senantiasa bersama, untuk saling melengkapi kekurangan dan menikmati pahit manisnya kehidupan duniawi.

Terakhir, Mappacci juga dilengkapi dengan lilin sebagai simbol penerang. Konon, zaman dahulu, nenek moyang kita memakai Pesse' (lampu penerang tradisional yang terbuat dari kotoran lebah). Maksud dari lilin, agar suami-istri mampu menjadi penerang bagi masyarakat di masa yang akan datang. Masih banyak lagi peralatan prosesi, yang biasa dipakai oleh masyarakat, sesuai dengan adat dan kebiasaan mereka. Namun, secara umum peralatan yang telah disebutkan diatas, standar yang sering digunakan dibeberapa daerah Bugis-Makassar.

 

SOAL

1. Jelaskan makna dari mapacci! 

2. Jelaskan simbol-simbol benda-benda dari kegiatan mappacci!

 Jangan lupa tulis nama dan kelas di kolom komentar

 


     

    

Senin, 24 Agustus 2020

KD. 3.3 Menganalisis berbagai jenis klausa dalam teks ilmiah bertema pendidikan, lingkungan hidup, sosial, dan atau budaya

 

Pengertian Klausa

Dalam tata bahasa pengertian dari klasa adalah sebuah kelompok kata yang terdiri atas subjek dan juga predikat. Klausa juga dapat diartikan sebagai satuan yang ada didalam bahasa terdiri atas beberapa kata yang mengandung subjek maupun predikat dan memiliki potensi untuk menjadi kalimat.

Klausa dapat dikatakan hampir sama dengan kalimat dan juga berpotensi menjadi kalimat, hanya saja perbedaan diantara keduanya antara klausa dan kalimat ialah pada intonasi dan tanda baca  yang terdapat dalam klausa. Didalam teori, unsur atau inti dari klausa ialah ada Subjek (S) dan juga ada Predikat (P), akan tetapi dalam pelaksanaanya, kadang unsur subjek menjadi hilang sehingga tidak tertulis, namun tetap dapat ditemukan secara eksplisit.

Ciri – Ciri Klausa

Dibawah ini beberapa ciri yang terdapat dalam klausa diantaranya sebagai berikut :

  • Mempunyai subjek baik secara tertulis maupun tidak tertulis.
  • Ada predikat
  • Tidak mempunyai intonasi didalamnya dan juga tidak diakhiri dengan tanda baca.


Unsur – Unsur Klausa

Secara garis besar, klausa itu sendiri dapat dibedakan menjadi 2 yakni unsur inti dan tidak inti.

1.  Unsur inti klausa adalah subjek (S) dan predikat (P)

2.  Unsur yang bukan inti klausa adalah objek (O), pelengkap (Pel), keterangan (K).

Subjek dan Predikat

Subjek ialah bagian dari klausa yang berupa nomina atau frase nominal yang menandai apa yang ungkapkan oleh seorang pembicara.

Predikat ialah merupakan bagian yang terdapat dalam klausa yang menandai apa yang diungkapkan oleh pembicara tentang subjek tersebut. Subjek dapat berwujud dalam bentuk nomina, ajektiva, numeralia, pronominal, verba, atau frase preposisional.

Didalam klausa subjek mendahului didepan predikat. Ciri dari predikat yang terletak dibelakang subjek, ditandai dengan afiks misalnya ber-, me-, ini seperti didalam predikat verbal.

Contoh : “Fandi Penulis”

Fandi sebagai subjek dan Penulis sebagai predikat. Memperhatikan urutannya S terletak di depan P, atau S mendahului P. Subjek klausan di atas yaitu Fandi termasuk leksem yang takrif. Sebaliknya apabila dibalik menjadi Penulis Fandi, ini bukanlah klausa. Kata Penulis bukan nomina takrif, dan agar menduduki fungsi S, kata Penulis harus diikuti demonstrativa itu, sehingga menjadi Penulis itu Fandi.

Objek

Objek ialah bagian yang terdapat didalam klausa yang berupa nomina maupun frasa nomina yang melengkapi verba transitif. Objek yang dikenai perbuatan disebut didalam predikat verbal. Objek dapat dibagi menjadi objek langsung dan juga objek tidak langsung.

Objek langsung ialah objek yang langsung dikenai perbuatan yang disebutkan didalam predikat verbal, kemudian objek tak langsung ialah objek yang menjadi penerimaan atau yang diuntungkan oleh perbuatan yang terdapat didalam predikat verbal.

Contoh objek langsung:

  • Ibu sedang memasak sayur
  • adik membawa makanan

Sayur pada contoh diatas merupakan objek bagi verba memasak dan makanan menjadi objek bagi verba membawa

Contoh objek tak langsung:

  • Ibu sedang memasakan sayur untuk kita semua
  • adik membawakan makanan untuk ayah 

 

  • Kata semua objek tak langsung bagi verba memasakan, sedangkan untuk ayah objek tak langsung bagi verba membawakan.
  • Pelengkap 

    Klausa pelengkap ialah klausa yang terdiri dari nomina, ajektiva, frasa nominal, atau frasa adjektival yang merupakan bagian dari predikat verbal, seperti contoh :

  • Adikku menjadi tentara
  • Kamu dianggap patung
  • Kakak menari Jawa
  • Bibi berdagang kain

Keterangan 

Keterangan ialah yang menjadi bagian dari luar inti, yang memiliki fungsi meluaskan atau juga membatasi makna subjek maupun makna predikat. Berikut dibawah ini dijelaskan secara singkat semua dari keterangan yang ada dalam bahasa indonesia. Contoh kata keterangan yang ada diantaranya yakni :

  • Keterangan akibat: penjahat itu dihukum mati
  • Keterangan sebab: karena sakit, adi tidak jadi berlibur
  • Keterangan jumlah: seperti pinang di belah dua
  • Keterangan alat: didorong dengan mesin pendorong
  • Keterangan cara: diterima dengan sopan, disetujui dengan rembukan
  • Keterangan subjek: guru yang baik, rumah yang bersih, anak yang rajin
  • Keterangan syarat: tolonglah kalau kau bisa, angkatlah bila kuat
  • Keterangan objek: mencari pengusaha yang jujur, menjadi istri yang baik
  • Keterangan tujuan: bekerja untuk hidup, makan demi kesehatan
  • Keterangan tempat: datang dari Timur pergi ke Bandung
  • Keterangan waktu : ditunggu sampai besok pagi, berangkat masih malam
  • Keterangan perlawanan : meskipun lambat, selesai juga dilakukannya
  • Keterangan kualitas: berlari bagai jet terbang, menggelegar seperti guruh
  • Keterangan modalitas: tidak mungkin itu terjadi, mustahil ia berbohong
  • Keterangan pewatas: keterangan lebih lanjut, diceritakan lebih detail

perbedaan klausa&kalimat


Jenis Klausa

Jenis Klausa berdasarkan strukturnya

Klausa bebas

Klausa bebas ialah klausa yang mempunyai potensi untuk menjadi sebuah kalimat

Contoh klausa bebas, diantaranya yakni :

  • Aku harus pergi
  • Kakak menangis
  • Ibu sangat marah

Klausa terikat

Klausa terikat ialah klausa yang tidak mempunyai potensi untuk menjadi sebuah kalimat, meskipun penulisannya diawali oleh huruf besar atau kapital dan diakhiri oleh tanda baca.

Contoh klausa terikat, diantaranya yakni :

  • Supaya mereka sadar
  • Ketika ayah tidur
  • Dekat kantor kecamatan

Jenis Klausa berdasarkan fungsinya

Klausa subjek

Klausa subjek ialah klausa yang memiliki kedudukan sebagai subjek dalam sebuah kalimat. Contoh klausa subjek, yakni : Ternyata kakak sedang membaca buku tersebut.

Klausa objek

Klausa Objek ialah klausa yang memiliki kedudukan sebagai objek dalam sebuah kalimat. Contoh klausa objek, yakni: Bibi sedang menyusun daftar dagangan.

Klausa keterangan

Klausa keterangan ialah klausa yang memiliki kedudukan sebagai keterangan dalam sebuah kalimat. Contoh klausa keterangan, yakni : Karena sakit, Agung tidak bisa pergi sekolah.

Klausa pelengkap

Klausa pelengkap ialah klausa yang berkedudukan sebagai pelengkap dalam sebuah kalimat. Contoh klausa pelengkap, yakni: Kamu dianggap telah mati.

Jenis Klausa berdasarkan kelengkapan unsurnya

Klausa lengkap

Klausa lengkap ialah klausa yang mempunyai unsur Subjek (S) dan juga Predikat (P).

Contoh klausa lengkap, yakni :

  • Kalian sedang bekerja
  • Bibi memasak
  • Kakak sekolah hari ini

Klausa tidak lengkap

Klausa tak lengkap ialah jenis klausa yang hanya mempunyai unsur Predikat (P) tanpa Subjek.

Contoh klausa tak lengkap, yakni :

  • terpaksa berhenti dari sekolahnya
  • sudah datang dari tadi pagi
  • sedang membuat makanan

Jenis Klausa berdasarkan kata negatifnya

Klausa negatif

Klausa negatif ialah klausa yang mempunyai kata negatif. Misalnya ”jangan”, “tidak”,”bukan”, dan lainnya. Sehingga predikatnya memiliki sifat negatif. Contohnya klausa negatif, yakni :

  • Ibu belum pergi
  • Bukan Dia yang melakukannya

Klausa positif

Klausa positif ialah klausa yang tidak mempunyai kata negatif sehingga predikatnya memiliki sifat positif. Contoh klausa positif, yakni :

  • Kamu berhasil melakukannya
  • Kalian sudah menjadi anggota

Jenis Klausa berdasarkan fungsi predikatnya

Klausa verbal

Klausa verbal ialah klausa yang predikatnya berwujud kata kerja. Contoh klausa verbal, yakni :

  • Dia berlari
  • Paman membaca

Klausa nominal

Klausa nominal ialah klausa yang predikatnya berwujud kata benda. Contoh klausa nominal, yakni :

  • Bibinya seorang guru
  • Andi siswa SMK

Klausa adjectival

Klausa adjektival ialah klausa yang disusun dari kata sifat. Contoh klausa adjektival, yakni :

  • Sendal yang mahal
  • Rajin sekali

Klausa preposisional

Klausa preposisional ialah, klausa yang predikatnya adalah frasa dari kata depan (preposisi). Contoh klausa preposisional, yakni:

  • dari pasar pagi
  • menuju ke sekolah

Klausa numeral

Klausa numeral ialah klausa yang predikatnya berwujud kata atau frasa numeral (bilangan). Contoh klausa numeral, yakni:

  • Lima juta sebulan
  • Empat kali sehari

 

Terima Kasih.

 

Sabtu, 22 Agustus 2020

KAJIAN ARTIKEL JURNAL BUKU DAN PENELITIAN YANG RELEVAN DENGAN PENDIDIKAN/PEMBELAJARAN SASTRA

 

Berikut ini beberapa penelitian dan artikel yang berkaitan dengan pendidikan dan pembelajaran sastra. Harapannya adalah setelah membaca beberapa penelitian atau artikel, mahasiswa program S2 Pendidikan Bahasa Indonesia mampu menelaah dan  memahami hakikat serta isi penelitian pembelajaran sastra.

 1. Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sastra

      Oleh Maman Suryaman

Abstrak. One of the important aspects in appropriate literature learning is character education. Based on the results of several studies, some conclusions can be drawn. First, essentially literature is a medium of mental and intellectual enlightenment, the most important aspect in character education. Second, there are a variety of literary works that need appreciating as they are important in the character development. Third, literature learning relevant to the character development is one that enables learners todevelop their awareness of reading and writing as important prerequisites for the character development. Fourth, literary books relevant to the character development are those with beautiful language capable of making the readers moved, containing high humanistic values, and encouraging the readers to treat other people and creatures well.

 2. PENGARUH METODE ROLE PLAYING TERHADAP PEMBELAJARAN DRAMA

 Oleh N Anggita, HRE Rasyid, A Aswad (https://jurnal.umsrappang.ac.id/cakrawala/article/view/189)

Abstrak. Pembelajaran Drama. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh metode role playing terhadap pembelajaran drama pada siswa kelas XI MIPA. 3 SMA Negeri 6 Sidrap 2018/2019. Desain penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu dengan jumlah sampel sebanyak 32 siswa. Data dikumpulkan melalui teknik dokumentasi dan tes. Hasil analisis data menunjukkan bahwa nilai rata-rata kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata kelompok kontrol (78, 12> 73, 75). Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis alternatif yang menyatakan “Ada pengaruh metode role playing terhadap pembelajaran drama siswa kelas XI MIPA. 3 SMA Negeri 6 Sidrap”, diterima. Oleh karena itu, hipotesis nihil yang berbunyi “Tidak ada pengaruh metode role playing terhadap pembelajaran drama siswa kelas XI MIPA. 3 SMA Negeri 6 Sidrap”, ditolak.

3. Pendidikan Karakter Melalui Kearifan Lokal 

Oleh Rustam Efendy Rasyid ( http://hdl.handle.net/11617/9608)


Pendidikan karakter bukan hal baru dalam tradisi pendidikan di Indonesia. Beberapa pendidik Indonesia modern yang kita kenal seperti Soekarno telah mencoba menerapkan semangat pendidikan karakter sebagai pembentuk kepribadian dan identitas bangsa yang bertujuan menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang berkarakter. Persoalan pendidikan karakter di Indonesia sejauh ini menyangkut pendidikan moral yang dalam aplikasinya terlalu membentuk satu arah pembelajaran khusus sehingga melupakan mata pelajaran lainnya.Integrasi pendidikan karakter dalam pembelajaran terlalu membentuk satu sudut kurikulum yang diringkas kedalam formula menu siap saji tanpa melihat hasil dari proses yang dijalani. Pembentukan karakter individu belum dapat dikatakan tercapai karena dalam prosesnya pendidikan di Indonesia terlalu mengedepankan penilian pencapaian individu dengan tolok ukur tertentu terutama logika-matematik sebagai ukuran utama yang menempatkan seseorang sebagai warga kelas satu. Dalam prosesnya pendidikan karakter yang berorientasi pada moral dikesampingkan dan akibatnya banyak kegagalan nyata pada dimensi pembentukan karakter individu. Salah satu bentuk pendidikan karakter yang patut diaplikasikan adalah dengan penanaman nilai-nilai kearifan lokal. Di Indonesia, kearifan lokal begitu beragam dimiliki oleh setiap daerah. Agar eksistensi budaya tetap kukuh dan karakter anak bangsa tetap terjaga, maka kepada generasi penerus dan pelurus perjuangan bangsa perlu ditanamkan rasa cinta akan kebudayaan lokal. Salah satu cara yang dapat ditempuhadalah dengan cara mengintegrasikan dan mengaplikasikan secara optimal nilai-nilai kearifan budaya lokal dalam proses pembelajaran, ekstra kurikuler, atau kegiatan kesiswaan di sekolah melalui porgam Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Budaya Lokal.

 4. PEMBELAJARAN SASTRA MELALUI BAHASA DAN BUDAYA UNTUK MENINGKATKAN PENDIDIKAN KARAKTER KEBANGSAAN DI ERA MEA (MASAYARAKAT EKONOMI ASEAN)

Oleh Arifa Ainun Rondiyah, Nugraheni Eko Wardani, Kundharu Saddhono
(http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/ELIC/article/view/1230 

Abstrak.
Makalah ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan dan menjelaskan  hubungan sastra, bhasa dan budaya  di era mea, (3) mendeskripsikan dan menjelaskan sastra dalam menumbuhkan pedidikan karakter kebangsaan di era mea. Makalah ini menggunakan metode studi pustaka atau Library Research. Penulis memanfaatkan berbagai literature untuk dijadikan pedoman dan sumber referensi. Metode studi pustaka dapat dijadikan sebagai data dan sumber data mengenai pembelajaran sastra berdasarkan bahasa dan budaya untuk meningkatkan pendidikan karakter kebangsaan di era mea. Hasil dari makalah ini bahwa sastra dan bahasa di era mea sangat dibutuhkan dalam mengembangkan kemampuan berkomunikasi. Bahasa pada karya sastra dapat menambah penguasaan kosa kata bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Bahasa daerah yang digunakan dalam karya sastra bagian dari pengenalan budaya. Di era mea komunikasi dapat berupa hubungan antarbangsa melalui budaya. Karya sastra yang mengandung pendidikan karakter yang dapat dijadikan sebagai identitas bangsa yang harus dimiliki masyarakat Indonesia di era mea. Pendidikan karakter kebangsaan pada karya sastra menjadi saranan kesiapan masyarakat Indonesia menghadapi persaingan di era mea dengan menggunakan bahasa dan budaya sebagai media berkomunikasi.
 

5.  Tahapan Perkembangan Anak dan Pemilihan Bacaan Sastra Anak

Oleh Burhan Nurgiantoro (https://eprints.uny.ac.id/1554/1/003-burhan.pdf)

Abstrak.  Universally, various psychological aspects of children develop through certain stages according to their age level. They go through stages of intellec-tual, moral and emotional developments, stages of personality and language developments, and stages in the growth of their concept about stories. Each type of development is divided into specific stages. Piaget divides children’s intellectual development, for example, into four stages: the sensory-motor, pre-operational, concrete operational, and formal operational stages. These stages come in accordance with their age development.

Each stage has characteristics distinguishing it from anya other stage. The difference in characteristics logically implies in turn a difference in their response to reading matter. Consequently, in selecting reading matter for children, one should consider their age in order to make the selection match their psychological development of children of a certain age level would make the reading matter become uncommunicative because it is too difficult for them or make it uninteresting and boring for them because it is too easy or too simple.

Jumat, 21 Agustus 2020

 HAKIKAT DAN PENGERTIAN RETORIKA

A.     Pengertian Retorika
Retorika atau dalam bahasa Inggris rhetoric bersumber dari perkataan latin rhetorica yang berarti ilmu bicara. Pada abad ke 5 sebelum masehi untuk pertama kali dikenal suatu ilmu yang mengkaji proses pernyataan antar manusia sebagai fenomena sosial. Ilmu ini dinamakan dalam bahasa Yunani “rhetorike” yang dikembangkan di Yunani purba, kemudian abad-abad berikutnya di kembangkan di Romawi dalam bahasa latin “retorika” (dalam bahasa Inggris “rhetoric” dalam bahasa Indonesia “retorika”). Cleanth Brooks dan Robert Penn Warren dalam bukunya, Modern Rhetoric, mendefinisikan retorika sebagai The art of using language effectively atau seni penggunaan bahasa secara efektif. Dari pengertian tersebut menjukkan bahwa retorika mempunyai pengertian sempit; mengenai bicara, dan pengertian luas: penggunaan bahasa, bisa lisan, dapat juga tulisan. Oleh karena itu, ada sementara orang yang mengartikan retorika sebagai public speaking atau pidato didepan umum, banyak juga yang beranggapan bahwa retorika tidak hanya berarti pidato didepan umum, tetapi juga termasuk seni menulis. Di Yunani, negara pertama yang menggembangkan retorika di pelopori oleh Georgias.
Dalam Bahasa Yunani (ῥήτωρ, rhêtôr, orator, teacher) retorika adalah sebuah teknik pembujuk-rayuan secara persuasi untuk menghasilkan bujukan dengan melalui karakter pembicara, emosional atau argumen (logo). Plato secara umum memberikan defenisi terhadap retorika  sebagai suatu seni manipulatif yang bersifat transaksional dengan menggunakan lambang untuk mengidentifikasi pembicara dengan pendengar melalui pidato, dan yang dipersuasi saling bekerja sama dalam merumuskan nilai, kepercayaan dan pengharapan mereka. Ini yang dikatakan Kenneth Burke (1969) sebagai substansi dengan penggunaan media oral atau tertulis.
Retorika memberikan suatu kasus lewat bertutur (menurut kaum sofis yang terdiri dari Gorgias, Lysias, Phidias, Protagoras dan Socrates akhir abad ke 5 SM), yang mengajarkan orang tentang keterampilan berbicara dan  menemukan sarana persuasif yang objectif dari suatu kasus. Studi yang mempelajari kesalahpahaman serta penemuan saran dan pengobatannya. Retorika juga mengajarkan  tindak dan usaha yang efektif dalam persiapan, penetaan dan penampilan tutur untuk membina saling pengertian dan kerjasama serta kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat.
Dalam ajaran retorika Aristoteles, terdapat tiga teknis alat persuasi (mempengaruhi) politik yaitu deliberatif, forensik dan demonstratif. Retorika deliberatif memfokuskan diri pada apa yang akan terjadi dikemudian bila diterapkan sebuah kebijakan saat sekarang. Retorika forensik lebih memfokuskan pada sifat yuridis dan berfokus pada apa yang terjadi pada masa lalu untuk menunjukkan bersalah atau tidak, pertanggungjawaban atau ganjaran. Retorika demonstartif memfokuskan pada wacana memuji dengan tujuan memperkuat sifat baik atau sifat buruk seseorang, lembaga maupun gagasan.

Pengertian retorika menurut para ahli
1.     Menurut Georgias retorika adalah ilmu yang mempelajari dan menelaah proses pernyataan manusia.
2.     Menurut Protagoras mengatakan bahwaretorika adalah kemahiran berbicara bukan demi kemenangan, melainkan keindahan bahasa.
3.     Menurut Socrates, retorika adalah demi kebenaran dengan dialog sebagai tekniknya, karena dengan dialog kebenaran akan timbul dengansendirinya.
4.     Menurut Plato retorika adalah sebagai metode pendidikan dalam rangkamencapai kedudukan dalam pemerintahan dan dalam rangka upayamempengaruhi rakyat.
Kritikan Plato terhadap retorika termuat dalam buku dialognya yang berjudul Georgias. Dikemukakannya bahwa retorika adalah:
1.     Kepandaian atau ketangkasan berbicara  untuk menyenangkan dan memuaskan pendengar
2.     Cara orang berbicara untuk menjilat saja
3.     Perilaku berbahasa yang tidak baik karena merubah pikiran orang lain dengan  mengabaikan eksistensi orang lain atau audiens
4.     Bukan merupakan kemampuan seni, melainkan  hanya merupakan alat saja.
5.     Aristoteles retorika adalah seni persuasi, suatu uraianyang harus singkat, jelas dan meyakinkan dengan keindahan bahasa yang disusununtuk hal-hal yang bersifat memperbaiki (corrective), memerintah (instructive),mendorong (suggestive) dan mempertahankan (defensive).
Aristoteles sangat besar pengaruhnya sebagai tokoh retorika klasik. Pandangan Aristoteles dalam bidang retorika sangat mendasari. Hakikat retorika menurutnya adalah kemampuan untuk melihat perangkat persuasi yang terdapat dalam situasi tertentu. Ditambahkannya pula bahwa retorika merupakan pasangan (counterpart) dialektika. Retorika dan dialektika merupakan cara menjelaskan suatu masalah. Retorika berkenaan dengan persuasi dan dialektika berhubungan dengan penalaran. Keduanya akrab dengan aktivitas kehidupan manusia dalam bermasyarakat. Selain itu,  Aristoteles mengemukakan pula bahwa retorika adalah kemampuan seni yang mempunyai beberapa manfaat, yaitu:
1)       Untuk menegakkan kebenaran dan keadilan serta memberantas kebohongan dan kezaliman.
2)       Untuk menyampaikan informasi dengan cara-cara yang sesuai kepada masyarakat umum;
3)       Untuk menjamin bahwa tidak ada argument yang terlupakan karena retorika meneliti suatu masalah dari dua sisi; dan
4)       Untuk mempertahankan diri dari serangan yang tidak adil.

6.           Cicero termasuk pula tokoh retorika klasik.
                 Beberapa ajarannya yang merupakan konsep dasar retorika sebagai berikut:
1)      Hanya manusia yang mempunyai bahasa. Karena itu, seseorang dapat  berbeda dengan orang lain karena ia mempunyai kemampuan berbahasa yang lebih baik
2)     Kemampuan berbicara berfungsi untuk mempersuasi pendengar.

B.      Retorika Sebagai Suatu Proses Komunikasi
         1.             Pengertian Komunikasi
            Komunikasi adalah proses pengalihan makna antarpribadi manusia atau tukar-menukar berita dalam sistem informasi. Ada empat faktor yang menjadi prasyarat terjadinya suatu proses komunikasi yaitu:
1)     Komunikator, adalah orang atau pribadi yang mengatakan, mengucapkan atau menyampaikan sesuatu.
2)     Warta, pesan atau informasi, yaitu apa yang diucapkan; apa yang disampaikan.
3)     Resipiens, adalah orang yang mendengar atau menerima apa yang dikatakan atau disampaikan oleh komunikator.
4)     Medium, adalah tanda yang dipergunakan oleh komunikator untuk menyampaikan warta atau pesan.

            Supaya komunikasi dapat terjadi, dalam arti terjadi saling pengertian antara komunikator dengan resipens, harus ada perbedaan tanda, yang dimiliki oleh komunikator dan resipens, dapat dimengerti oleh keduanya.
            Apabila komunikator ingin menyampaikan sesuatu kepada resipens, berarti dia memiliki suatu maksud di dalam pikiran. Sesuatu yang ada di dalam pikiran komunikator ini, harus diterjemahkan ke dalam kode-kode yang dapat dimengerti oleh resipiens. Proses menerjemahkan sesuatu ke dalam kode-kode disebut kodefiksasi (Kodierung). Pendengar menangkap sesuatu yang dikodefikasikan oleh komunikator, lalu menerjemahkan ke dalam pengertiannya. Proses yang dilakukan resipiens ini disebut dekodefikasi (Dekodierung).
            Secara singkat proses komunikasi ini dapat dirumuskan sebagai berikut: siapa yang mengatakan (wer); apa yang dikatakan (sagt was); kepada siapa (zu wem); melalui medium apa (durch welches medium); dan dengan efek apa (mit welcher wirkung).
            Jadi, komunikasi adalah saling hubungan antara komunikator dan resipiens, dimana komunikator menyampaikan sesuatu pesan kepada resipiens, melalui medium untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

         2.             Retorika sebagai Proses Komunikasi
            Sebuah contoh: sebuah mobil bekas akan dijual. Pemilik mobil tentu ingin menjualnya dengan harga yang memuaskan (tujuan). Dalam pembicaraan dengan calon pembeli, penjual tentu tidak hanya menjelaskan tentang merk, tipe, tahun keluaran, dan cirri khas mobil, tetapi dia pasti juga akan memuji-muji mobil tersebut. Misalnya: terpelihara baik, bentuknya sangat cocok dengan keadaan jalan dan tidak pernah terjadi kecelakaan. Singkatnya: mobil bekas yang paling ideal, yang apabila dibandingkan dengan harga, sebenarnya masih terlalu murah.
            Di lain pihak calon pembeli juga ingin supaya dapat membeli mobil itu dengan harga yang murah (tujuan). Oleh karena itu, terjadi tawar menawar dalam perdagangan, dimana penjual dan pembeli saling memberi argumentasi untuk mencapai tujuannya masing-masing. Dari contoh di atas dapat dilihat aspek-aspek komunikasi retoris sebagai berikut:
1)     Seorang pembicara menyampaikan kepada;
2)     Seorang pendengar sebagai kawan bicara atau pelanggan;
3)     Dengan maksud dan tujuan tertentu (menjual mobil);
4)     Memberikan argumen-argumen terhadap isi pembicaraan;
5)     Sambil mendengar dan mempertimbangkan argument-argumen balik dari pendengar.

         3.             Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Komunikasi Retoris
            Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikasi retoris ini terdapat pada setiap unsur komunikasi seperti:
       a.         Pada Komunikator
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas dalam proses komunikasi retoris adalah:
a)     Pengetahuan tentang komunikasi dan keterampilan berkomunikasi.
            Yang dimaksudkan adalah penguasaan bahasa dan keterampilan mempergunakan bahasa; keterampilan mempergunakan media komunikasi untuk mempermudah proses pengertian pada resipiens; kemampuan untuk mengenal dan menganalisis situasi pendengar sehingga dapat memberikan sesuatu yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Di samping itu jenis hubungan antara komunikator dan resipiens dapat juga mempengaruhi efektivitas proses komunikasi.
b)     Sikap komunikator
            Sikap komunikator seperti agresif (menyerang) atau cepat membela diri, sikap yang mantap dan meyakinkan; sikap rendah hati, rela mendengar dan menerima anjuran dapat memberi dampak yang besar dalam proses komunikasi retoris.
c)     Pengetahuan umum
            Demi efektivitas dalam komunikasi retoris, komunikator sebaiknya memiliki pengetahuan umum yang luas, karena dengan begitu dia dapat mengenal dan menyelami situasi pendengar dan dapat mengerti mereka secara lebih baik. Dia harus mengetahui dan menguasai bahan yang dibeberkan secara mendalam, teliti dan tepat. Dia juga hendaknya mengetahui dan mengerti hal-hal praktis dari kehidupan harian para pendengarnya, supaya dapat menyampaikan sesuatu yang mampu menggugah hati mereka.
d)     Sistem sosial
            Setiap komunikator berada dan hidup dalam sistem masyarakat tertentu. Posisi, pangkat atau jabatan yang dimiliki komunikator di dalam  masyarakat sangat mempengaruhi efektivitas komunikasi retoris (misalnya: sebagai pemimpin atau bawahan; sebagai orang yang berpengaruh atau tidak).
e)     Sistem kebudayaan
            Sistem kebudayaan yang dimiliki oleh komunikator juga dapat mempengaruhi efektivitas komunikasi retoris. Tingkah laku, tata adab, dan pandangan hidup yang diwarisinya dari suatu kebudayaan tertentu akan juga mempengaruhi efektivitas dalam proses komunikasi.

       b.        Faktor-faktor Pada Resipiens
            Faktor-faktor ini pada umumnya sama dengan faktor-faktor yang mempengaruhi komunikator.
1)     Pengetahuan tentang komunikasi dan keterampilan berkomunikasi.
Supaya dapat terjadi komunikasi, resipiens harus menguasai bahasa yang dipergunakan. Keduanya hanya dapat saling berkomunikasi dan saling mengerti apabila mereka mempergunakan pembendaharaan kata yang sama dan yang dimengerti oleh kedua belah pihak. Komunikasi tidak akan terjadi apabila bahasa yang dipergunakan oleh komunikator tidak dimengerti oleh resipiens. Dalam hubungan dengan hal ini, perlu diperhatikan bahwa pendengar mempunyai cara mendengar dan mengerti sendiri, yang dapat berbeda dari apa yang sebenarnya yang dimaksudkan oleh komunikator.
2)     Sikap resipiens
            Sikap-sikap positif seperti terbuka, senang, tertarik, dan simpatik akan memberi pengaruh positif dalam proses komunikasi; sebaliknya sikap-sikap negatif seperti tertutup, jengkel, tidak simpatik terhadap komunikator akan mendatangkan pengaruh negatif.
3)     Sistem sosial dan kebudayaan
            Sistem sosial dan kebudayaan tertentu dapat menghasilkan sifat dan karakter khusus pada resipiens. Orang dapat bersifat patuh, rendah hati, suka mendengar, tidak banyak bicara atau tidak berani menantang. Dilain pihak orang bisa menjadi kritis, suka membantah, dan tidak mudah tunduk kepada pimpinan. Juga cara menyampaikan sesuatu tidak sama di antara masyarakat. Sebab itu komunikator harus memperhatikan segala faktor ini, apabila dia mau mengharapkan efek yang besar dalam proses komunikasi dengan para pendengarnya.

c.              Faktor-faktor Pada Pesan dan Medium
Antara komunikator dan resipiens ada pesan dan medium. Kedua faktor ini perlu diperhatikan oleh komunikator secara khusus dalam proses komunikasi retoris.
1.     Elemen-elemen pesan
            Komunikator menerjemahkan pesan dengan mempergunakan medium. Komunikator harus memperhatikan elemen-elemen yang membentuk pesan, supaya komunikasi dapat membawa efek yang besar. Elemen-elemen itu berupa kata-kata dan kalimat, pikiran atau ide yang dibeberkan, alat peraga yang dipakai untuk mengkonkretisasi pesan, suara, tekanan suara, artikulasi, mimik dan gerak-gerak untuk memperjelas pesan yang disampaikan.
2.     Struktur pesan
            Yang perlu diperhatikan yaitu susunan organis di mana elemen-elemen itu dikedepankan untuk mengungkapkan pesan. Pada prinsipnya struktur atau susunan pesan harus jelas dan mudah dimengerti.
3.     Isi pesan
            Isi pesan yang diungkapkan lewat medium harus dipertenggangkan dengan situasi resipiens. Isi pesan seharusnya mudah ditangkap, tidak boleh terlalu sulit, dan tidak mengandung terlalu banyak kebenaran, karena dapat membingungkan resipiens. Sebaiknya isi pesan dibatasi pada satu atau dua pokok pikiran yang diuraikan secara jelas, terinci, dan tepat.
4.     Proses pembeberan
            Yang dimaksudkan adalah cara membawakan dan mengemukakan pesan dari komunikator. Ada tiga kemungkinan yang dapat dipilih, yaitu membawakan secara bebas, tanpa teks, terikat pada teks, atau setengah bebas. Ketiga kemungkinan ini membawa efek yang berbeda dalam proses komunikasi.

         4.             Kegunaan Komunikasi Retoris
                     Konrad Lorenz mengatakan, “Apa yang diucapkan tidak berarti juga didengar; apa yang didengar tidak berarti juga dimengerti; apa yang dimengerti tidak berarti juga disetujui; apa yang disetujui tidak berarti juga diterima; apa yang diterima tidak berarti juga dihayati; apa yang dihayati tidak berarti juga mengubah tingkah laku.”
Kalimat-kalimat di atas mengungkapkan kesulitan dalam proses komunikasi antarmanusia. Antara ide atau pikiran dan realisasinya yang konkret terbentang satu jalan panjang, yang memiliki berbagai macam kesulitan dalam penyampaian, sehingga dapat mengurangi efektivitas dalam proses komunikasi.
Oleh karena itu, komunikasi retoris itu penting supaya apa yang diucapkan dapat didengar; apa yang didengar dapat dimengerti; apa yang dimengerti dapat disetujui; apa yang disetujui dapat diterima; apa yang diterima dapat dihayati dan apa yang dapat dihayati dapat mengubah tingkah laku.


C.     Pembagian retorika :
Retorika adalah bagian dari ilmu bahasa (Linguistik), khususnya ilmu bina bicara (Sprecherziehung). Retorika sebagai bagian dari ilmu bina bicara ini mencakup:
1.      Monologika
Monologika adalah ilmu tentang seni berbicara secara monolog, di mana hanya seorang yang berbicara. Bentuk-bentuk yang tergolong dalam monologika adalah pidato, kata sambutan, kuliah, makalah, ceramah dan deklamasi.
2.      Dialogika
Dialogika adalah ilmu tentang seni berbicara secara dialog, di mana dua orang atau lebih berbicara atau mengambil bagian dalam satu proses pembicaraan. Bentuk dialogika yang penting adalah diskusi, tanya jawab, perundingan, percakapan dan debat.
3.      Pembinaan Teknik Bicara
Efektivitas monologika dan dialogika tergantung juga pada teknik bicara. Teknik bicara merupakan syarat bagi retorika. Oleh karena itu pembinaan teknik bicara merupakan bagian yang penting dalam retorika. Dalam bagian ini, perhatian lebih diarahkan pada pembinaan teknik nafas, teknik mengucap, bina suara, teknik membaca dan bercerit
4.     Manfaat mempelajari retorika
Manfaat mempelajari retorika diantaranya yaitu :
1.     Membimbing penutur mengambil keputusan yang tepat.
2.     Membimbing penutur secara lebih baik memahami masalah kejiwaan manusia pada umumnya dan kejiwaan penanggap tutur yang akan dan sedang dihadapi.
3.     Membimbing penutur menemukan ulasan yang baik.
4.     Membimbing penutur mempertahankan diri serta mempertahankan kebenaran dengan alasan yang masuk akal.